Mantan Ketua Komisi III DPR, Pieter C Zulkifli, menganggap bahwa putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan sebagian gugatan dalam Perkara Nomor 87/PUU-XXI/2023 adalah langkah yang memperkuat komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam memberantas korupsi. Menurutnya, putusan tersebut memberikan wewenang yang lebih luas bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut kasus korupsi, termasuk di lingkungan militer.
Sebagai seorang Presiden yang memiliki latar belakang militer, Prabowo diharapkan mampu menunjukkan komitmennya terhadap pemberantasan korupsi, termasuk di dalam institusi militer. Hal ini disampaikan Pieter dalam keterangan yang dilansir dari Antara pada hari Senin. Dia menegaskan bahwa putusan tersebut secara langsung mendukung rencana kerja 100 hari pertama Prabowo sebagai Presiden dalam upaya memberantas korupsi.
Pieter juga menyoroti adanya celah hukum yang selama ini membuat KPK ragu-ragu dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan militer. Contohnya, kasus korupsi di Basarnas yang melibatkan anggota militer menunjukkan bahwa perbedaan pendapat antara peradilan sipil dan militer dapat menghambat penegakan hukum. Namun demikian, Pieter menekankan bahwa Prabowo harus berhati-hati dalam menggunakan keputusan ini agar tidak terjebak dalam konflik internal di kalangan militer yang dapat melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
Meskipun demikian, Pieter berharap bahwa wewenang yang semakin luas bagi KPK ini menjadi langkah awal serius pemerintah dalam upaya memberantas korupsi. Putusan MK yang mengabulkan sebagian perkara uji materi Nomor 87/PUU-XXI/2023 juga memberikan kepercayaan diri bagi KPK untuk mengusut kasus yang berkaitan dengan instansi militer.
Dalam penegasan putusannya, MK menyatakan bahwa KPK berwenang mengusut kasus korupsi di ranah militer hingga ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkrah), asalkan kasus tersebut pertama kali ditangani oleh KPK. Hal ini merupakan pemaknaan baru dari Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 42 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Putusan tersebut juga menambah frasa penegasan pada akhir Pasal 42 UU 30/2002 yang menyatakan bahwa proses penegakan hukum dalam kasus korupsi yang melibatkan unsur sipil dan militer harus ditangani sejak awal oleh KPK. MK menjelaskan bahwa persoalan korupsi yang melibatkan kedua unsur tersebut, atau yang dikenal dengan istilah korupsi koneksitas, sering kali bermasalah karena interpretasi yang berbeda-beda terhadap Pasal 42 UU 30/2002.
Namun demikian, MK menegaskan bahwa jika pasal tersebut dipahami secara gramatikal, teleologis, dan sistematis, seharusnya tidak ada keraguan bahwa KPK memiliki wewenang untuk mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan kasus korupsi yang melibatkan unsur sipil dan militer. Dengan demikian, langkah ini diharapkan dapat memperkuat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Dengan demikian, putusan MK ini diharapkan dapat menjadi landasan yang kuat bagi pemerintah dalam upaya memberantas korupsi, serta memberikan kepastian hukum bagi KPK dalam mengusut kasus-kasus korupsi yang melibatkan militer. Ini adalah langkah penting dalam membangun negara yang bersih dari korupsi dan menciptakan tatanan hukum yang lebih baik di Indonesia.