Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi menegaskan bahwa pemerintah tidak bisa menangani sendirian berbagai kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak. Menurutnya, diperlukan koordinasi dan sinergi antara semua pihak karena tangan dan anggaran pemerintah terbatas. Dalam acara Forum Merdeka Barat 9 yang bertajuk “Perempuan Menyapa, Perempuan Berdaya Menuju Indonesia Emas 2045”, Arifatul Choiri Fauzi menyampaikan pentingnya kesadaran dan kemauan bersama untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Menurut Arifatul, kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Indonesia sudah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan bahkan darurat. Data menunjukkan bahwa perempuan membentuk hampir separuh populasi Indonesia dengan persentase sebanyak 49,42%, sementara anak mencapai 31,6%. Oleh karena itu, Arifatul menganggap perempuan dan anak sebagai fondasi bangsa dan keluarga.
“Perempuan dan anak adalah pondasi bangsa, pondasi dalam keluarga. Oleh karena itu, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak menjadi prioritas strategis untuk mendukung visi Indonesia Emas 2045,” ujar Arifatul.
Untuk mengatasi krisis ini, Kementerian PPPA telah meluncurkan tiga program prioritas. Program-program tersebut meliputi Ruang Bersama Indonesia (RBI), perluasan layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129, serta penguatan Satu Data Perempuan dan Anak berbasis desa.
Dengan adanya program-program tersebut, diharapkan dapat memberikan perlindungan dan pemberdayaan yang lebih baik bagi perempuan dan anak di Indonesia. Semua pihak diharapkan dapat bekerja sama dan berkolaborasi untuk menyelesaikan masalah kekerasan seksual tersebut demi menciptakan Indonesia yang lebih aman dan sejahtera bagi semua warganya.